SEJARAH GEREJA
PAROKI HATI YESUS MAHA KUDUS
PURWODADI
Dalam konteks perjalanan pewartaan dan penyebaran benih iman, misi Katholik di kabupaten Grobogan Purwodadi dimulai ± 1930. Dalam sejarah misi para imam MSF, tanah Purwodadi sebagai daerah misi sejak pendudukan
Jepang. Secara lebih sistematis, penyebaran itu dirintis tahun 1950-an
oleh Rm. Soetapanitra, SJ. Dalam catatan sejarah paroki Gedangan, Tahun
1948-1963, Rm. Soetapanitra menjadi pastor pembantu paroki Gedangan.
Dalam selang waktu itu, Rm. Soetapanitra melakukan kunjungan pastoral ke
daerah Grobogan. Kunjungan inilah yang menandai awal penanaman benih
iman di tanah Grobogan.
Purwodadi sebagai Stasi dari Paroki St. Yusuf Gedangan.
Pada
1930-an di daerah Purwodadi telah diupayakan kemungkinan membuka sebuah
sekolah Katholik. Usaha ini kurang berjalan dengan baik karena tokohnya
pak Besut dipindahtugaskan di daerah Yogyakarta.
Tahun 1941/1952 Rm. Kanjeng Soegijapranata, SJ melihat adanya
perkembangan umat Katholik di Grobogan yang pada waktu itu sudah ada
delapan orang yang beragama Katholik. Pada 1953, daerah
Purwodadi-Grobogan memperoleh guru-guru dari Colege St. Yosef Ambarawa.
Mereka disebar ke pelosok-pelosok yang masih sulit dijangkau oleh
kendaraan. Karena luasnya daerah pastoral di daerah Purwodadi-Grobogan,
Rm.Soetapanitra, SJ menyerahkan daerah ini pada para rama dari kongrgasi
Misionaris Keluarga Kudus (MSF ).
Purwodadi sebagai stasi paroki St. Yohanes Penginjil Kudus (1957-1967)
Mulai 1957, daerah Purwodadi menjadi stasi dari Paroki St. Yohanes Penginjil
Kudus. Sebagai bagian dari paroki Kudus, stasi Purwodadi sendiri
terdiri dari lingkungan Wirosari, Gundih, dan Godong. Menjelang perayaan
Natal 1957, didirikan suatu paguyupan Rukun Katholik. Pada bulan Juli 1958 berdiri SMP Rukun Katholik yang kemudian menjadi
SMP Yos Sudarso. Pada 1963-1966 ketika partai komunis mulai
mempropagandakan ajarannya dan ingin menguasai daerah Purwodadi, umat
mengantisipasi kekuatan PKI (1965), umat membentuk satu peleton Pasukan
Garuda Pancasila. Bekerjasama dengan Gereja Kristen Jawa, umat membantu
pemerintah dalam menumpas PKI. Di Purwodadi antara tahun 1966-1968,
terbentuklah paguyuban Warga Minulya, suatu paguyuban ketoprak dan
kelompok Laras Madya, suatu kelompok kentrung, slawatan. Bersama
itu juga terbentuklah satuan Katekis Amatir yang dipelopori oleh Rm.
PC. Yoedodiharjo, MSF dan dilanjutkan oleh Rm. Hastowijoyo, MSF.
Pada
1967-1968, banyak orang Katholik yang menjabat di pemerintahan ikut
serta mengembangkan pembangunan hidup menggereja, namun ada beberapa
yang menghalangi perkembangan gereja. Usaha umat untuk mendirikan
bangunan Gereja pada 1967 mulai menampakkan hasilnya yang nyata. Sebuah
tanah bekas Asisten Residen yang berada di utara alun-alun Purwodadi
resmi menjadi tanah untuk Gereja Katholik. Banyak tantangan dalam
mendirikan sebuah bangunan Gereja ini. Namun berkat kelincahan dari umat
dan Pastor paroki, akhirnya semua rintangan dapat diatasi. Letak tanah
seluas 100 × 80 m yang di ajukan paroki diubah oleh team yang dibentuk
oleh Gubernur Munadi menjadi 80m memanjang ke timur dan 80 m memanjang
ke selatan. Selama membangun itulah umat mengadakan novena tiga kali
berturut-turut mohon perlindungan dan limpahan berkat dari Hati Yesus
Yang Maha Kudus. Pada hari yang ke duapuluh dua, permohonan itu ternyata
dikabulkan. Untuk menunjukkan rasa syukur atas terkabulnya permohonan
berkat Hati Yesus Yang Maha Kudus, maka nama itu pulalah yang di gunakan
sebagai nama paroki dan pelindung paroki Purwodadi.
Purwodadi sebagai paroki (1968-sekarang)
Perkembangan
selanjutnya diwarnai oleh pendidikan sekolah Katholik. Sekolah Katholik
selain mengemban tugas mendidik anak-anak dan mencerdaskannya, juga
mengemban misi menghadirkan Kristus di tengah masyarakat. Perkembangan
baptisan sangat sIgnifikan terjadi pada akhir 1966-970-an. Perkembangan
ini dikarenakan terjadinya pembabtisan para tokoh kunci seperti lurah,
carik, kasus yang membuat dampak bawahannya juga mengikuti atasannya
untuk dibaptis. Perkembangan tahun-tahun selanjutnya tidak lagi
mengesankan. Dari data yang terhimpun dalam sensus umat Katholik 1991,
umat Katholik berjumlah 2.296 jiwa. Jumlah ini tersebar di lima
wilayah dan 15 stasi. Jumlah ini berlainan dengan data statistic
pemerintah 1989 yang menyebutkan jumlah umat Katholik 4.377 jiwa.
Perkembangan umat diwarnai pula dengan adanya pembagian wilayah baru
antara paroki Purwodadi dan Paroki Sendangguwo. Perkembangan selanjutnya
mengandalkan baptisan bayi yang biasanya dilakukan minggu ketiga setiap
bulan atau ada kesempatan di stasi-stasi serta baptisan dewasa setiap Natal
dan Paskah. Dalam perkembangannya terkhir ini, angka kematian relative
banyak mengingat kebanyakan umat yang masih tinggal di wilayah dan
stasi-stasi adalah orang yang sudah lanjut usia. Sedangkan generasi
mudanya pindah ke kota karena studi dan pekerjaan.
Perkembangan karya kerasulan
di Paroki Purwodadi juga semakin hidup seiring dengan pembangunan fisik
Gereja. Sebagaimana di jabarkan dalam cita-cita Gereja Purwodadi pada
1991, Gereja Purwodadi mau mengikuti cita-cita keuskupan agung Semarang
yang ingin menuju pada umat Allah yang beriman, mendalam, dewasa,
misionerdan beriman masyarakat.
Selanjutnya paroki Purwodadi lebih berkutat pada segi kemandirian. Kemandirian
dalam ketenagaan dapat dikatakan cukup baik sedangkan kemandirian
keuangan masih dalam proses. Dalam keterbatasan tersebut,di paroki sudah
berkembang paguyuban-paguyuban yang menggairahkan hidup menggereja.
Tanggal 6 Oktober 1993 telah diusahakan perubahan status tanah dari hak
guna bangunan menjadi hak milik. Usaha ini untuk mengantisipasi dari
kebutuhan pengembangan sarana peribadatan yang sangat di butuhkan umat.
Kini dari empatbelas stasi yang ada di paroki Purwodadi, 13 stasi telah
memiliki tempat ibadat sendiri atau kapel. Stasi Karangrayung yang selama ini belum memliki Kapel, umat hanya mengandalkan rumah umat untuk mengadakan misa syukur atau peribadatan.
0 komentar:
Posting Komentar