Purwodadi sebagai Stasi dari Paroki St. Yusuf Gedangan
Pada
1930-an di daerah Purwodadi telah diupayakan kemungkinan membuka sebuah
sekolah Katholik. Usaha ini kurang berjalan dengan baik karena tokohnya
pak Besut dipindahtugaskan di daerah Yogyakarta. Tahun 1941/1952 Rm.
Kanjeng Soegijapranata, SJ melihat adanya perkembangan umat Katholik di
Grobogan yang pada waktu itu sudah ada delapan orang yang beragama
Katholik. Pada 1953, daerah Purwodadi-Grobogan memperoleh guru-guru dari
Colege St. Yosef Ambarawa. Mereka disebar ke pelosok-pelosok yang masih
sulit dijangkau oleh kendaraan. Karena luasnya daerah pastoral di
daerah Purwodadi-Grobogan, Rm.Soetapanitra, SJ menyerahkan daerah ini
pada para rama dari kongrgasi Misionaris Keluarga Kudus (MSF ).
Purwodadi sebagai stasi paroki St. Yohanes Penginjil Kudus (1957-1967)
Mulai
1957, daerah Purwodadi menjadi stasi dari Paroki St. Yohanes Penginjil
Kudus. Sebagai bagian dari paroki Kudus, stasi Purwodadi sendiri
terdiri dari lingkungan Wirosari, Gundih, dan Godong. Menjelang perayaan
Natal 1957, didirikan suatu paguyupan Rukun Katholik. Pada bulan Juli
1958 berdiri SMP Rukun Katholik yang kemudian menjadi SMP Yos Sudarso.
Pada 1963-1966 ketika partai komunis mulai mempropagandakan ajarannya
dan ingin menguasai daerah Purwodadi, umat mengantisipasi kekuatan PKI
(1965), umat membentuk satu peleton Pasukan Garuda Pancasila.
Bekerjasama dengan Gereja Kristen Jawa, umat membantu pemerintah dalam
menumpas PKI. Di Purwodadi antara tahun 1966-1968, terbentuklah
paguyuban Warga Minulya, suatu paguyuban ketoprak dan kelompok Laras
Madya, suatu kelompok kentrung, slawatan. Bersama itu juga terbentuklah
satuan Katekis Amatir yang dipelopori oleh Rm. PC. Yoedodiharjo, MSF dan
dilanjutkan oleh Rm. Hastowijoyo, MSF.
Pada 1967-1968, banyak
orang Katholik yang menjabat di pemerintahan ikut serta mengembangkan
pembangunan hidup menggereja, namun ada beberapa yang menghalangi
perkembangan gereja. Usaha umat untuk mendirikan bangunan Gereja pada
1967 mulai menampakkan hasilnya yang nyata. Sebuah tanah bekas Asisten
Residen yang berada di utara alun-alun Purwodadi resmi menjadi tanah
untuk Gereja Katholik. Banyak tantangan dalam mendirikan sebuah bangunan
Gereja ini. Namun berkat kelincahan dari umat dan Pastor paroki,
akhirnya semua rintangan dapat diatasi. Letak tanah seluas 100 × 80 m
yang di ajukan paroki diubah oleh team yang dibentuk oleh Gubernur
Munadi menjadi 80m memanjang ke timur dan 80 m memanjang ke selatan.
Selama membangun itulah umat mengadakan novena tiga kali berturut-turut
mohon perlindungan dan limpahan berkat dari Hati Yesus Yang Maha Kudus.
Pada hari yang ke duapuluh dua, permohonan itu ternyata dikabulkan.
Untuk menunjukkan rasa syukur atas terkabulnya permohonan berkat Hati
Yesus Yang Maha Kudus, maka nama itu pulalah yang di gunakan sebagai
nama paroki dan pelindung paroki Purwodadi.
Purwodadi sebagai paroki (1968-sekarang)
Perkembangan
selanjutnya diwarnai oleh pendidikan sekolah Katholik. Sekolah Katholik
selain mengemban tugas mendidik anak-anak dan mencerdaskannya, juga
mengemban misi menghadirkan Kristus di tengah masyarakat. Perkembangan
baptisan sangat sIgnifikan terjadi pada akhir 1966-970-an. Perkembangan
ini dikarenakan terjadinya pembabtisan para tokoh kunci seperti lurah,
carik, kasus yang membuat dampak bawahannya juga mengikuti atasannya
untuk dibaptis. Perkembangan tahun-tahun selanjutnya tidak lagi
mengesankan. Dari data yang terhimpun dalam sensus umat Katholik 1991,
umat Katholik berjumlah 2.296 jiwa. Jumlah ini tersebar di lima wilayah
dan 15 stasi. Jumlah ini berlainan dengan data statistic pemerintah 1989
yang menyebutkan jumlah umat Katholik 4.377 jiwa. Perkembangan umat
diwarnai pula dengan adanya pembagian wilayah baru antara paroki
Purwodadi dan Paroki Sendangguwo. Perkembangan selanjutnya mengandalkan
baptisan bayi yang biasanya dilakukan minggu ketiga setiap bulan atau
ada kesempatan di stasi-stasi serta baptisan dewasa setiap Natal dan
Paskah. Dalam perkembangannya terkhir ini, angka kematian relative
banyak mengingat kebanyakan umat yang masih tinggal di wilayah dan
stasi-stasi adalah orang yang sudah lanjut usia. Sedangkan generasi
mudanya pindah ke kota karena studi dan pekerjaan.
Perkembangan
karya kerasulan di Paroki Purwodadi juga semakin hidup seiring dengan
pembangunan fisik Gereja. Sebagaimana di jabarkan dalam cita-cita Gereja
Purwodadi pada 1991, Gereja Purwodadi mau mengikuti cita-cita keuskupan
agung Semarang yang ingin menuju pada umat Allah yang beriman,
mendalam, dewasa, misionerdan beriman masyarakat.
Selanjutnya
paroki Purwodadi lebih berkutat pada segi kemandirian. Kemandirian dalam
ketenagaan dapat dikatakan cukup baik sedangkan kemandirian keuangan
masih dalam proses. Dalam keterbatasan tersebut,di paroki sudah
berkembang paguyuban-paguyuban yang menggairahkan hidup menggereja.
Tanggal 6 Oktober 1993 telah diusahakan perubahan status tanah dari hak
guna bangunan menjadi hak milik. Usaha ini untuk mengantisipasi dari
kebutuhan pengembangan sarana peribadatan yang sangat di butuhkan umat.
Kini dari empatbelas stasi yang ada di paroki Purwodadi, 13 stasi telah
memiliki tempat ibadat sendiri atau kapel. Stasi Karangrayung yang
selama ini belum memliki Kapel, umat hanya mengandalkan rumah umat untuk
mengadakan misa syukur atau peribadatan.
sumber : http://www.kas.or.id/?id=153&action=Read
0 komentar:
Posting Komentar